Bentara Budaya Jakarta adalah lembaga kebudayaan HARIAN KOMPAS, yang berdiri sejak 26 September 1982 di Yogyakarta dengan Sengkalan "MANEMBAH HANGESTI SONGING BUDHI".
Berawal dari munculnya ide pimpinan Kelompok
Kompas Gramedia (KKG) untuk membuat sebuah gedung yang dikhususkan untuk
menyimpan benda-benda seni. Ternyata tidak hanya untuk menyimpan benda, tetapi
muncul ide untuk mengambil budaya dan seni yang ada dalam masyarakat dan
berlanjut dengan perkembangan acara seni dan budaya yang lebih luas. Bentara
Budaya Jakarta juga mengemban misi untuk mewartakan penggalan sejarah yang
telah memberi warna dalam perjalanan sejarah seni budaya bangsa.
Sebagai utusan budaya, Bentara Budaya menampung dan mewakili wahana budaya bangsa dari berbagai kalangan, latar belakang dan cakrawala yang mungkin berbeda.
Bentara Budaya berupaya menampilkan bentuk dan karya cipta budaya yang barangkali pernah mentradisi, ataupun bentuk-bentuk kesenian massa yang pernah populer dan merakyat. Di samping itu menampilkan pula karya baru yang belum mendapat pengakuan di tempat-tempat resmi.
Setelah Bentara Budaya Yogyakarta, lahir Bentara Budaya Jakarta yang secara fisik dan nonfisik sangat unik. Lembaga ini dapat menjadi contoh kemitraan antara media massa dengan masyarakat.
Bentara Budaya Jakarta dengan hasil karya arsitek terkenal Romo Mangunwijaya terletak di Jl. Palmerah Selatan 17, Jakarta 10270. Letak gedung terpisah dari gedung Kompas Gramedia. Terlihat keunikan dan keindahan bangunan yang mencerminkan cita rasa berkesenian yang tinggi, anggun dan tradisional. Memiliki koleksi lukisan 573 buah dari lukisan karya pelukis-pelukis terkenal, sebut saja : S. Sudjojono, Hendra Gunawan, Affandi, Basoeki Abdullah, Affandi, Aming Prayitno, Fadjar Sidik, Basoeki Resobowo, Bagong Kussudiardjo, Ahmad Sadali, Zaini, Dede Eri Supria, Batara Lubis, Otto Jaya, Sudjono Abdullah, Kartika Affandi, Wahdi dan berbagai lukisan Bali karya I Gusti Nyoman Lempad, Wayan Djujul, Nyoman Daging, I ketut Nama, Made Djata, I Ketut Regig, I Gusti Made Togog, I Gusti Ketut Kobot, Anak Agung Gde Sobrat, juga perupa muda seperti Eddie Hara, Nasirun, Made Palguna Wara Anindyah dll.
Sebanyak 625 buah keramik dari berbagai dinasti pun dikoleksi oleh lembaga kebudayaan Harian Kompas ini. Mulai dari dinasti Yuan, Tang, Sung, Ming dan Ching, tak lupa keramik lokal dari Singkawang, Cirebon, Bali, Plered. Koleksi patung dari Papua dan Bali mencapai 400-an, mebel yang tergolong antik seperti meja, kursi, dan lemari. Wayang golek karya dalang kondang Asep Sunarya dari Jawa Barat berjumlah 120-an wayang, juga memperkaya koleksi. Terdiri dari berbagai macam karakter, mulai dari tokoh punakawan sampai tokoh-tokoh utama baik Pandawa maupun Kurawa. Beberapa patung Buddha dengan berbagai posisi mudra pun menambah maraknya koleksi Bentara Budaya. Semuanya tersimpan dalam penataan yang rapi dan terawat baik di Jakarta.
Bagi Bentara Budaya, mengoleksi karya dan merepresentasikan karya seni merupakan sebuah momentum pelestarian budaya, sekaligus menjadi tugas untuk mewartakan penggalan sejarah yang telah memberi aneka warna dalam perjalanan sejarah seni budaya kita.
Koleksi yang paling membanggakan dan menakjubkan yaitu Rumah tradisional Kudus yang dibawa langsung dari Kudus, Jawa Tengah. Rumah adat berukiran indah ini tadinya terletak di lingkungan Kauman tidak jauh dari menara Kudus.
Bentara Budaya Jakarta kini semakin marak dengan berbagai macam acara bulanan yaitu : Pameran dan pagelaran, Putar Film dan Diskusi bulanan. Bentara Budaya Jakarta pun kini mendirikan taman bacaan dengan berbagai koleksi buku Gramedia, buku seni rupa, buku-buku luar dan buku sastra hibahan dari sastrawan Myra Sidharta.
Bentara Budaya juga sering mengadakan kerjasama dengan lembaga kebudayaan asing untuk mempresentasikan kegiatan budaya lintas negara.
0 komentar: